![]() |
Dok. : Beritakota |
\
Jurnalkitaplus - Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur penunjang program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan membentuk 70.000 Koperasi Desa Merah Putih pada tahun ini. Koperasi-koperasi ini akan menjadi pusat distribusi bahan baku MBG di setiap desa, sekaligus mendorong perekonomian lokal. Pembentukan koperasi tersebut akan dibiayai melalui anggaran dana desa, dengan dukungan tambahan dari perbankan milik negara.
Kebijakan Baru dalam Rapat Terbatas
Keputusan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih) ini diambil dalam rapat terbatas antara Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/3/2025). Rapat yang berlangsung selama tiga jam tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, termasuk: Zulkifli Hasan, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Budi Arie Setiadi, Menteri Koperasi, Yandri Susanto, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional, serta perwakilan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Menurut Zulkifli Hasan, Kop Des Merah Putih tidak hanya akan menjadi penyalur bahan baku MBG, tetapi juga pusat kegiatan ekonomi di setiap desa. Koperasi ini akan menampung hasil pertanian lokal, memperpendek rantai distribusi, dan menekan harga komoditas pangan.
Pembiayaan dan Pendekatan Implementasi
Pembangunan dan pengembangan setiap koperasi membutuhkan dana sekitar Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar, yang akan diambil dari dana desa. Saat ini, setiap desa menerima alokasi dana desa sebesar Rp 1 miliar per tahun. Namun, karena modal awal dibutuhkan secara langsung, pemerintah akan melibatkan Himbara untuk memberikan pinjaman jangka pendek yang dapat diangsur selama tiga hingga lima tahun.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menjelaskan bahwa pembangunan Kop Des Merah Putih akan dilakukan dengan tiga pendekatan:
1. Membangun koperasi baru di desa-desa yang belum memiliki koperasi.
2. Merevitalisasi koperasi yang sudah ada untuk meningkatkan kapasitasnya.
3. Mengembangkan koperasi eksisting agar lebih produktif dan efisien.
Budi Arie menambahkan bahwa ada sekitar 64.000 gabungan kelompok tani (gapoktan) yang siap beralih menjadi koperasi. Hal ini akan mempercepat implementasi program.
Peran Koperasi dalam Mendukung MBG
Kop Des Merah Putih akan menjadi tulang punggung pelaksanaan program MBG. Koperasi ini akan menyediakan gerai-gerai yang menjual bahan baku MBG, seperti beras, telur, sayuran, dan protein lainnya, dengan harga terjangkau. Selain itu, keberadaan koperasi ini diharapkan dapat memperpendek rantai distribusi sehingga harga komoditas lebih stabil dan terjangkau bagi masyarakat.
Presiden Prabowo sebelumnya telah memerintahkan agar penyediaan bahan baku MBG melibatkan koperasi dan badan usaha milik desa (BUMDes). Langkah ini tidak hanya mendukung program MBG, tetapi juga mendorong perekonomian desa.
Revisi Peraturan untuk Fokus Dana Desa
Untuk mendukung implementasi kebijakan ini, Yandri Susanto, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, akan merevisi Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 2 Tahun 2024. Revisi ini bertujuan untuk mengalihkan fokus penggunaan dana desa kepada pembangunan dan pengembangan Kop Des Merah Putih.
“Fokusnya (anggaran dana desa) kepada Koperasi Desa Merah Putih,” kata Yandri. Revisi aturan ini juga akan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan terkait penggunaan dana desa.
Pembentukan Kop Des Merah Putih diharapkan tidak hanya mendukung program MBG, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi desa. Dengan adanya koperasi ini, rantai distribusi pangan akan lebih efisien, harga komoditas lebih stabil, dan petani lokal mendapatkan akses pasar yang lebih baik.
Selain itu, program ini juga akan menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memperkuat ketahanan pangan nasional. Melalui sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, Kop Des Merah Putih diharapkan menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah gizi dan kemiskinan di Indonesia. (FG12)