![]() |
New York Zaman Doeloe - Kabari News |
Jurnalkitaplus - Kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) telah mengalami transformasi signifikan sepanjang sejarahnya. Salah satu konsep yang mewarnai perjalanan tersebut adalah isolasionisme, sebuah pendekatan yang menekankan pada non-intervensi dan non-keterlibatan dalam urusan politik dan militer negara lain. Meskipun secara resmi ditinggalkan pasca Perang Dunia II, jejak dan sentimen isolasionis masih terasa dalam wacana politik dan publik AS hingga kini.
Secara historis, isolasionisme AS memiliki akar yang kuat dalam pandangan para pendiri bangsa. George Washington, dalam pidato perpisahannya yang ikonik, memperingatkan untuk menghindari "aliansi permanen" dengan kekuatan asing. Nasihat ini menjadi landasan bagi kebijakan luar negeri AS selama lebih dari satu abad, di mana fokus utama adalah pembangunan dan kemajuan di dalam negeri. Para pemimpin AS percaya bahwa dengan membangun masyarakat yang kuat dan sejahtera, negara mereka akan menjadi contoh yang lebih baik bagi dunia daripada terlibat dalam intrik dan konflik di benua lain.
Karakteristik utama isolasionisme AS meliputi penghindaran aliansi permanen, prioritas pada urusan domestik, netralitas dalam konflik asing, dan keyakinan akan keamanan geografis yang diberikan oleh jarak dari Eropa dan Asia. Doktrin Monroe tahun 1823, yang menyatakan bahwa belahan bumi Barat dan Timur harus tetap menjadi lingkup pengaruh yang terpisah, sering dianggap sebagai manifestasi awal dari semangat isolasionis ini.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kebijakan isolasionis mendominasi lanskap kebijakan luar negeri AS. Namun, sentimen ini mencapai puncaknya setelah Perang Dunia I. Trauma perang dan keinginan untuk menghindari keterlibatan lebih lanjut dalam konflik Eropa menyebabkan penolakan AS untuk bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa, sebuah organisasi internasional yang dirancang untuk mencegah perang di masa depan.
Pada tahun 1930-an, di tengah Depresi Hebat dan meningkatnya ketegangan di Eropa dan Asia, isolasionisme kembali menguat.
Kongres AS memberlakukan serangkaian Undang-Undang Netralitas yang bertujuan untuk mencegah keterlibatan AS dalam konflik asing dengan membatasi perdagangan senjata dan perjalanan warga AS ke negara-negara yang berperang.
Namun, era isolasionisme AS berakhir secara dramatis dengan serangan Jepang di Pearl Harbor pada Desember 1941. Serangan ini memaksa AS untuk terlibat penuh dalam Perang Dunia II dan menyadari bahwa keamanan dan kepentingannya tidak dapat lagi dipisahkan dari peristiwa global. Pasca perang, AS mengambil peran kepemimqpinan dalam pembentukan tatanan dunia baru, termasuk pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan berbagai aliansi lainnya.
Meskipun AS telah lama meninggalkan kebijakan isolasionis formal, sentimen-sentimen yang mendasarinya masih bergema dalam politik dan masyarakat AS kontemporer. Pandangan bahwa AS harus lebih fokus pada masalah domestik, mengurangi keterlibatan dalam konflik asing, dan mengutamakan kepentingan nasional ("America First") secara periodik muncul dalam wacana publik. Kritik terhadap intervensi militer di luar negeri dan keraguan terhadap manfaat aliansi internasional juga menjadi manifestasi dari sentimen ini.
Kendati demikian, kebijakan luar negeri AS saat ini secara umum masih bersifat internasionalis. AS terus terlibat aktif dalam diplomasi global, memelihara aliansi strategis, dan berpartisipasi dalam berbagai organisasi internasional untuk menjaga kepentingan nasional dan stabilitas global.
Para pembuat kebijakan AS menyadari bahwa tantangan-tantangan global seperti terorisme, perubahan iklim, dan pandemi tidak mengenal batas negara dan memerlukan kerja sama internasional untuk mengatasinya.
Para sejarawan dan analis politik sering memperdebatkan sejauh mana AS benar-benar menerapkan "isolasionisme" di masa lalu. Beberapa berpendapat bahwa AS lebih memilih kebijakan unilateralisme atau non-intervensi, di mana ia mempertahankan hubungan ekonomi dan diplomatik tetapi menghindari komitmen strategis jangka panjang di luar wilayahnya.
Isolasionisme merupakan babak penting dalam sejarah kebijakan luar negeri AS. Meskipun era tersebut telah berlalu, pemahaman tentang akar, karakteristik, dan evolusinya penting untuk memahami dinamika kebijakan luar negeri AS saat ini dan perdebatan yang terus berlangsung mengenai peran negara adidaya ini di panggung dunia. (FG12)
Sumber:
https://history.state.gov/milestones/1937-1945/american-isolationism
Kumparan
StudySmarter UK