Jakarta – Menjelang bulan suci Ramadhan, sejumlah pemakaman di Jakarta dan sekitarnya ramai dikunjungi masyarakat. Tradisi ziarah kubur, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan religi masyarakat Indonesia, kembali menunjukkan relevansinya. Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada yang telah meninggal, ziarah kubur juga diyakini memberikan ketenangan jiwa dan manfaat positif bagi kesehatan mental.
Ziarah Kubur: Antara Religi dan Budaya
Ziarah kubur telah lama menjadi tradisi yang mengakar di masyarakat Indonesia. Menurut Robby Habiba Abror, Guru Besar Ilmu Religi dan Budaya sekaligus Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ziarah kubur tidak hanya mengingatkan kita pada kematian, tetapi juga menjadi sarana untuk "terhubung kembali" secara spiritual dengan anggota keluarga yang telah mendahului kita.
"Dalam Islam, ziarah kubur sangat dianjurkan. Ini adalah cara untuk mengingat kematian dan menjaga hubungan spiritual dengan orang-orang yang kita cintai," ujar Robby. Ia menambahkan, keterhubungan ini dapat memberikan semangat baru bagi yang masih hidup untuk melanjutkan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh almarhum.
Di Jawa, tradisi ini dikenal dengan istilah nyadran atau sadranan, yang biasanya dilakukan secara beramai-ramai oleh warga desa. Meski kini istilah ini digunakan secara lebih luas, esensinya tetap sama: membersihkan makam, menabur bunga, berdoa, dan melakukan sedekah.
Manfaat Ziarah Kubur bagi Kesehatan Mental
Meski sering menjadi bahan perdebatan di kalangan umat Islam, manfaat ziarah kubur bagi kesehatan mental jarang dibahas. Di Barat, justru praktik ini semakin didorong sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan jiwa. Andre Roupp, direktur Rumah Pemakaman Roupp di Mifflinburg, Pennsylvania, AS, menyatakan bahwa ziarah kubur dapat memberikan ketenangan dan kesadaran penuh.
"Berjalan di antara makam dapat membuat seseorang lebih rendah hati dan fokus pada momen saat ini. Ini adalah bentuk praktik kesadaran penuh yang dapat mengurangi stres dan menurunkan tekanan darah," tulis Roupp dalam artikelnya pada Januari 2025.
Di Indonesia, ketenangan yang didapat dari ziarah kubur mulai menarik minat generasi muda. Banyak anak muda perkotaan yang gemar mengunjungi makam tokoh agama, seperti Wali Songo, untuk merenungkan kehidupan dan mencari ketenangan batin. Media sosial turut memudahkan mereka untuk bertukar informasi tentang lokasi makam dan rute perjalanan.
Pro-Kontra dalam Masyarakat
Meski memiliki manfaat positif, ziarah kubur sering kali menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Perbedaan pandangan ini, menurut Robby, muncul dari tarik-menarik antara menjaga kemurnian ajaran agama dan melestarikan budaya lokal.
"Praktik kebudayaan dan keagamaan sebenarnya bisa berjalan harmonis. Tradisi bisa dijalankan tanpa kehilangan esensi agama, dan budaya bisa dilestarikan tanpa melunturkan nilai-nilai keagamaan," tegas Robby.
Ziarah kubur sebelum Ramadhan bukan sekadar tradisi, tetapi juga sarana untuk merenungkan kehidupan, menjaga hubungan spiritual, dan meraih ketenangan jiwa. Di tengah pro-kontra yang terus berlangsung, praktik ini tetap bertahan sebagai bagian penting dari identitas budaya dan religi masyarakat Indonesia. Dengan memahami makna dan manfaatnya, ziarah kubur dapat menjadi momen yang bermakna bagi siapa pun yang melakukannya. (FG12)
Sumber : Kompas