Tidak Bisa Menghayal? Mungkin Kamu Mengalami Aphantasia -->

Header Menu

Tidak Bisa Menghayal? Mungkin Kamu Mengalami Aphantasia

Jurnalkitaplus
19/02/25




Ketika membaca serial novel "Bulan" karya Tere Liye, sebagian besar pembaca membayangkan bagaimana tokoh bernama Raib dan teman-temannya menggerakkan mulut dalam berbicara. Dituliskan di dalamnya bahwa tempat tinggal warga Klan Bulan berbentuk bulat cenderung lonjong ke samping, apabila ingin membuka pintunya naik "lift" terlebih dahulu mengingat lokasinya melayang dari tanah. 

Beberapa orang mungkin terbayang detailnya dengan amat jelas, seperti bahan alumunium untuk dindingnya yang modern atau bahkan kemerahan di pipi Raib. 

Namun, sebagian kecil pembaca memiliki pengalaman yang sebaliknya. Ketika adegan tersebut dituliskan di halaman, di dalam pikiran mereka, mereka terbayangnya gelap. Tidak ada apa-apa. 

Ketidakmampuan untuk memvisualisasikan gambar dengan jelas di pikiran dikenal sebagai aphantasia. Dan hal ini dirasakan oleh kurang lebih 4% dari populasi dunia. 

Adam Zeman dalam YouTube Ted-Ed bertajuk "Can you see "images" in your mind? some people can't" pada 18 Februari 2025 menjelaskan, hal ini pertama kali dikarakterisasi oleh seorang psikolog pada abad ke-19, ia meminta partisipan studi untuk memvisualisasikan atau membayangkan meja sarapan mereka, kemudian menilai kejelasan dan warnanya. 

Dia menentukan bahwa visual secara mental, atau sebut saja imajinasi, ada pada spektrum. Pada satu ujung ada orang-orang dengan aphantasia, dan pada ujung lain ada orang-orang dengan hiperfantasia (imaji yang terasa nyata sehingga menyaingi penglihatan). Sebagian besar orang berada di antara kedua ekstrem tersebut. 

Namun, bagaimana kita mengukur secara objektif apa yang terjadi di dalam pikiran seseorang? 

Ilmuwan dalam suatu studi mencari petunjuk di mata orang. Mereka menyelidiki perbedaan dalam refleks cahaya pupil, atau bagaimana pupil secara otomatis menyempit (sebagai respons terhadap cahaya). Hanya membayangkan bahwa kita sedang melihat ke dalam cahaya, akan menyebabkan pupil menyempit - itu akan terjadi jika kita memiliki imajinasi. 

Mereka menemukan bahwa mata orang-orang dengan aphantasia tidak menyempit ketika membayangkan cahaya. Namun, studi pencitraan otak kemungkinan membantu memecahkan fenomena membingungkan lain: orang-orang dengan aphantasia dapat berimajinasi ketika mereka bermimpi. 

Kok bisa? kemungkinan karena cara-cara berbeda otak dalam menghasilkan visualisasi yang disengaja versus visual mimpi. 



Secara umum, mengundang imajinasi melibatkan beberapa wilayah otak dan terkadang disebut sebagai proses top-down: memvisualisasikan sebuah objek, secara aktif, mengaktifkan wilayah kontrol kognitif di otak kita. Ini memicu aktivitas di wilayah otak yang terkait dengan memori dan penglihatan, menciptakan gambar mental (imajinasi). 

Orang-orang dengan hiperfantasia cenderung memiliki koneksi yang lebih kuat antara wilayah-wilayah ini dibandingkan dengan mereka yang memiliki aphantasia. 

Mengenai mimpi, banyak ilmuwan percaya bahwa gambaran ini dihasilkan oleh jalur bottom-up yang berbeda, melalui aktivitas di dalam otak yang secara spontan mengaktifkan sistem penglihatan dan memori. 

Jadi apa yang menyebabkan spektrum imajinasi berkembang? Aphantasia sering terjadi dalam keluarga, menunjukkan bahwa kejelasan visual mental kita kemungkinan dipengaruhi oleh gen. Meski sebagian besar orang dengan aphantasia memiliki kondisi ini sepanjang hidup mereka, beberapa orang dapat mengembangkannya - seringkali karena cedera otak atau kondisi psikologis. 

Namun, dalam sebagian besar kasus, imajinasi yang ekstrem tidak dianggap sebagai gangguan yang memerlukan pengobatan, melainkan variasi menarik dalam pengalaman manusia. Misalnya, bagi mereka yang memiliki "imajinasi", keseruan dari sebuah cerita yang menarik akan menyebabkan mereka berkeringat sedikit, bahkan mereka bisa tidak menyadarinya. 

Orang-orang dengan aphantasia yang bisa kekurangan respon keringat - kemungkinan karena bergantung pada efek emosional dari membayangkan alur cerita. Ilmuwan berspekulasi bahwa aphantasia mungkin memiliki efek protektif terhadap gangguan kesehatan mental, terkait gambaran negatif, seperti penderita PTSD (gangguan stres pasca trauma, biasanya menghindari situasi yang dapat memicu gambaran negatif) meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan. 

Sebuah survei yang melibatkan lebih dari 2.000 orang menemukan bahwa mereka yang memiliki aphantasia lebih mungkin bekerja di profesi sains, teknologi, teknik, dan matematika sementara orang-orang dengan hiperfantasia cenderung tertarik pada pekerjaan di bidang seni, media, dan desain. 

Dunia dalam dari orang-orang di sekitar kita mungkin sangat berbeda dari milik kita sendiri. Oleh karena itu, kita mungkin tidak akan pernah bisa memahami sepenuhnya apa yang terjadi di dalam pikiran seseorang. (ALR-26)