Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah menimbulkan pertanyaan besar terkait penyebabnya. Komisi II DPR menyoroti dua kemungkinan: pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat telah dibohongi oleh peserta pilkada; kedua, KPU justru menjadi bagian dari konspirasi dalam proses pencalonan.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menilai banyaknya diskualifikasi calon kepala daerah menunjukkan adanya masalah sejak tahap pencalonan. "Kalau makin banyak diskualifikasi karena soal persyaratan calon, berarti ini KPU-nya dibohongin, dikibulin. Atau yang kedua, mereka masuk dalam bagian konspirasi itu," ujar Doli, Selasa (25/2/2025).
Putusan MK ini berdampak besar bagi daerah yang terkena PSU. Selain memperpanjang ketidakpastian kepemimpinan daerah, PSU juga menguras anggaran tambahan di tengah kebijakan efisiensi keuangan negara. Pemerintah daerah pun diminta segera berkoordinasi dengan penyelenggara pemilu untuk membahas anggaran pelaksanaan PSU.
Salah satu contoh kasus terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, di mana salah satu calon kepala daerah, Ade Sugianto, diketahui telah menjabat sebagai bupati selama dua periode. Hal ini melanggar aturan pencalonan, sehingga MK memerintahkan PSU.
Selain beban anggaran, PSU juga berpotensi memicu ketidakpercayaan publik terhadap proses demokrasi. Evaluasi serius terhadap sistem pencalonan dan peran KPU menjadi krusial agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. (FG12)