Akhirnya Penjurusan Kembali? TKA Siap Jadi Gerbang Baru Masuk PTN -->

Header Menu

Akhirnya Penjurusan Kembali? TKA Siap Jadi Gerbang Baru Masuk PTN

Jurnalkitaplus
26/04/25



JURNALKITAPLUS — Arah kebijakan pendidikan menengah dan tinggi di Indonesia kembali bergeser. Kali ini, penjurusan yang sempat “dihapus” di era Kurikulum Merdeka, bakal dibangkitkan lewat Tes Kemampuan Akademik (TKA) di tingkat SMA/MA. Langkah ini diyakini akan memperkuat keterpaparan siswa terhadap rumpun ilmu yang relevan dengan program studi pilihan di perguruan tinggi.

Ketua Umum Tim Penanggung Jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2025, Eduart Wolok, menegaskan pentingnya kesesuaian dasar keilmuan siswa sejak jenjang SMA. “TKA bukan cuma soal skolastik, tapi juga tes mata pelajaran yang relevan dengan prodi di PTN,” ujar Eduart dalam konferensi pers UTBK-SNBT 2025 dari Universitas Borneo Tarakan, Rabu (23/4), seperti dikutip dari laman Kompas.

Dengan sistem UTBK yang tetap terbuka tanpa batasan prestasi akademik atau nonakademik, TKA menjadi upaya menyeimbangkan proses seleksi berbasis kompetensi keilmuan. Terlebih, jalur tes di PTN menyerap kuota lebih besar dibanding jalur mandiri, yakni minimal 40 persen untuk PTN satker dan BLU, serta minimal 30 persen untuk PTN berstatus badan hukum.

Back to Basics: Penjurusan Kembali Diwacanakan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti bahkan menggulirkan ide mengembalikan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa secara formal. Meskipun Kurikulum Merdeka menggunakan istilah peminatan, praktik di lapangan kerap tidak konsisten dan tidak semua siswa mendapat akses pelajaran sesuai prodi incaran.

Rektor Universitas Indonesia, Heri Hermansyah, mengungkapkan, pembelajaran di SMA idealnya memberi ekspos awal ke rumpun ilmu prodi yang dituju. “Kalau sejak SMA sudah belajar keilmuan relevan, di perguruan tinggi tinggal melanjutkan. Kalau tidak, adaptasinya akan berat,” katanya.

Peminatan Masih Belum Kuat

Praktisi pendidikan Doni Koesoema menilai sistem peminatan sebenarnya solusi dari penjurusan yang kaku di Kurikulum 2013. Namun, tanpa evaluasi obyektif oleh lembaga independen, efektivitasnya belum optimal. Ia juga mengkritik dihapuskannya ujian mata pelajaran pada seleksi masuk PTN yang menyebabkan calon mahasiswa tidak bisa dibedakan berdasarkan penguasaan dasar ilmu sesuai prodi.

“Tes potensi akademik bagus untuk menyaring kemampuan berpikir kritis. Tapi untuk tahu siapa yang paham fisika atau sosiologi? Itu perlu tes mata pelajaran juga,” ujar Doni.

TKA: Jalan Tengah Baru Seleksi PTN?

Rencana pelaksanaan TKA pada November 2025 akan memuat mata pelajaran wajib—Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika—serta mata pelajaran pilihan yang menyesuaikan klaster prodi: saintek, sosial humaniora, hingga kesehatan. Kebijakan ini dinilai menjadi jawaban atas tuntutan seleksi yang lebih adil dan obyektif.

Namun, tantangan nyata tetap ada: kesiapan sekolah, akses siswa terhadap mata pelajaran sesuai minat, hingga keselarasan antara kebijakan peminatan dan sistem seleksi masuk perguruan tinggi. TKA bisa jadi “gerbang emas” atau justru pintu buntu, jika tidak dikawal dengan strategi implementasi yang matang. (FG12)