Filter dan Kecemasan: Mengapa Media Sosial Mengubah Cara Generasi Z Melihat Diri Mereka -->

Header Menu

Filter dan Kecemasan: Mengapa Media Sosial Mengubah Cara Generasi Z Melihat Diri Mereka

Jurnalkitaplus
22/01/25

Hola Sobat JKP!

Kembali lagi di tulisan ini yang insyaAllah bermanfaat untukmu sebagai pembaca setia atau kamu ada pendatang baru? Welcome!

Artikel sebelumnya yang ku tulis ialah : 'Swipe, Scroll, Stress: Dampak Media Sosial pada Kesehatan Mental Generasi Z' sekilas info, perkenalkan aku Firda Alifa Ibrahim.

Perihal artikel keempat aku ini kemungkinan besar terjadi di kamu, belum atau sudah, atau akan. Mungkin lebih baiknya, kita mempersiapkan. Katanya, : "Orang yang salah mengambil keputusan, karena ilmu nya kurang."

Jika diulik lebih jauh kamu bisa bayangkan tidak, ada seorang remaja membuka ponsel dan menatap layar dengan cermat. Tak lama, membuka aplikasi kamera, mengaktifkan filter favoritnya lalu mengunggah foto yang terlihat sempurna. Namun, saying sekali, di balik gambar itu, ada realitas lain seperti kecemasan yang perlahan mengakar. Ia justru merasa wajahnya tanpa filter tidak cukup baik, bahkan tidak cukup layak dan jauh dari standar kecantikan yang diukur oleh jumlah "like" di media sosial.

Kita sadar, bahwa di era digital media sosial telah menjadi cermin baru bagi generasi Z, mungkin semua generasi? Tetapi cermin ini adanya pemutarbalikan suatu fakta oleh algoritma, filter sampai tekanan sosial. Mereka menganggap bahwa tidak hanya melihat diri mereka melalui mata orang lain, tetapi juga melalui versi digital yang mereka buat sendiri. Ironisnya, meski mereka sering menyerukan autentisitas, banyak dari mereka yang merasa terjebak dalam dunia yang memoles realitas dengan hingga terlihat sempurna.

Sebenarnya, apa sih yang sedang kita lihat, apakah generasi yang semakin percaya diri atau justru semakin tertekan?

Pemahaman peran filter sebagai konstruksi realitas :

·       Filter media sosial tidak hanya memoles gambar, ia membentuk standar baru tentang "normal" yang lebih tinggi dari kenyataan. Generasi Z masih ditemukan sering merasa wajah tanpa filter terlihat "kurang baik" karena standar yang diputarbalikkan fakta tersebut.

·       Otak remaja dan dewasa muda, yang masih berkembang, sangat dipengaruhi oleh visualisasi berulang. Filter membentuk persepsi diri mereka secara mendalam dan membuat mereka membandingkan diri bahkan dengan versi digital diri mereka sendiri.

Generasi Z justru merasa seperti penonton sekaligus pelaku:

·       Ironisnya, generasi Z dikenal mempromosikan autentisitas di media sosial, tetapi mereka sering merasa terpaksa menggunakan filter demi memenuhi harapan audiens. Kejadian ini menciptakan kecemasan eksistensial antara keinginan untuk diterima dan kebutuhan untuk melihat terlihat "nyata"

·       Media sosial telah mengubah cara mereka memandang tubuh dan wajah sebagai aset komersial. Mereka cenderung berpikir bahwa "nilai diri" diukur dari seberapa menarik avatar digital mereka bagi dunia luar.

Kecemasan dari perspektif teknologi:

·        Dengan adanya teknologi kecerdasan buatan, kini menciptakan filter yang semakin presisi, seperti menambah senyum, memperbaiki simetri wajah, atau mencerahkan kulit. Generasi Z menjadi terjebak dalam siklus memperbaiki wajah nyata mereka agar sesuai dengan versi yang mereka inginkan contohnya versi Ai.

·        Media sosial dirancang untuk menciptakan ledakan dopamine melalui "likes" dan "comments", tetapi ini adanya ketergantungan yang seringkali meninggalkan efek samping berupa kecemasan yang meningkat ketika ekspektasi digital terpenuhi.

Kesehatan mental dari sisi tersembunyi :

·       Fenomena body dysmorphic disorder yang kini diperparah oleh eksistensi filter. Orang malah merasa tidak nyaman melihat bayangan diri mereka di cermin karena terlalu jauh dari gambaran yang sudah mereka polesi di media sosial.

·       Filter yang awalnya digunakan untuk "meningkatkan kepercayaan diri" justru membuat generasi ini merasa lebih sulit untuk tampil tanpa filter, baik secara fisik maupun sosial.

Sudut pandang baru dengan harapan dan keberanian:

·       Banyak anggota dari generasi Z mulai melawan trend ini dengan gerakan #bareface, menunjukkan keberanian mereka tampil apa adanya. Ini termasuk dari pemberontakan terhadap konstruksi yang mengingat mereka.

·       Sebuah narasi penting yaitu mengingatkan generasi Z bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh wajah yang dipoles filter, tetapi oleh bagaimana mereka berdampak pada dunia nyata.

 

Semoga kamu bisa menemukan kepastian dari pendukung artikel ini, ya, Sobat JKP! Jangan lupa share sebanyak-banyaknya untuk bantu menyelamatkan orang di sekitarmu. Sampai ketemu di tulisan ku berikutnya, ya! Salam hangat dari Firdha Alifa Ibrahim