AI dan Algoritma: Apakah Teknologi Membantu atau Menghambat Kesehatan Mental Gen Z? -->

Header Menu

AI dan Algoritma: Apakah Teknologi Membantu atau Menghambat Kesehatan Mental Gen Z?

Jurnalkitaplus
24/01/25

Hola Sobat JKP!

Kembali lagi di tulisan ini yang insyaAllah bermanfaat untukmu sebagai pembaca setia atau kamu ada pendatang baru? Welcome!

Artikel sebelumnya yang ku tulis ialah : 'Detoks Digital: Tantangan Generasi Z Melawan Ketergantungan Gawai' sekilas info, perkenalkan aku Firda Alifa Ibrahim.

Perihal artikel keempat aku ini kemungkinan besar terjadi di kamu, belum atau sudah, atau akan. Mungkin lebih baiknya, kita mempersiapkan. Katanya, : "Orang yang salah mengambil keputusan, karena ilmu nya kurang."

Apakah teknologi membantu atau menghambat Kesehatan mental Gen Z?

 

Ada aja perdebatan kalo yang disangkut-pautkan adalah "negative atau positive" setuju, ga, sih?

 

Kita lihat dari sisi positifnya:

·       Ai memungkinkan pengembangan aplikasi seperti chatbots dan platform terapi berbasis digital yang mungkin belum kita tahu (Woebot, Wysa, dan Replika) kegunaan aplikasi ini berfokus untuk mereka yang merasa malu atau kesulitan mengakses terapis manusia dan bisa memantau suasana hati dengan algoritma yang dapat mendeteksi pola emosi pengguna.

·       Adanya media sosial yang diatur dengan baik justru bisa menyarankan konten inspiratif seperti video motivasi atau komunitas online yang mendukung isu-isu terkait Kesehatan mental

·       Ai digunakan untuk mendeteksi dan menghapus konten yang mengandung ujaran kebencian, pornografi atau materi yang mempromosikan perilaku merugikan seperti bunuh diri atau gangguan makan.

·       Banyak juga platform yang menggunakan algoritma untuk mempromosikan kampanye Kesehatan mental, seperti mental health awareness month atau suicide prevention week.

 

Nah, untuk dampak negatifnya:

·       Algoritma media sosial sering menampilkan konten berdasarkan engagement, yang dapat memicu komparasi sosial berlebihan seperti: gaya hidup selebritas atau teman yang tampak sempurna ini bisa menurunkan harga diri dan fear of missing out yang memperburuk kecemasan.

·       Algoritma yang dirancang untuk meningkatkan interaksi seringkali memprioritaskan konten kontroversial, sehingga meningkatkan peluang terjadinya cyberbullying.

·       Notifikasi berbasis Ai ini dirancang untuk memaksimalkan waktu layar, hal itu membuat Gen Z rentan terhadap kecanduan teknologi yang berdampak negatif pada tidur, produktivitas dan hubungan sosial menjadi minim.

·       Algoritma sering membatasi paparan pengguna hanya pada konten yang memperkuat pandangan  atau emosi mereka. Ini dapat memperburuk kondisi seperti kecemasan atau depresi.

 

Jika dilihat secara luas, aku sengaja mencari lebih jauh perihal studi kasus dan data untuk memperkuat dan menambah wawasan kamu!

 

1.     Pew Research Center melakukan survey mendalam pada tahun 2022 yang melibatkan remaja Amerika Serikat dan orangtua mereka mengenai pengalaman dan pandangan mereka terhadap media sosial. Banyak gen Z menggunakan media sosial untuk terhubung dengan orang-orang yang memiliki minat, pengalaman, atau tantangan serupa. Karena media sosial juga berfungsi sebagai ruang positif untuk berbagi pengalaman, memberi dukungan dan menemukan komunitas dengan tujuan atau minat yang sama, itu hanya 59% saja.

Sedangkan 35% merasa jika media sosial itu memperburuk kecemasan, di sisi lain Gen Z merasa tertekan karena media sosial. Dampaknya seperti perbandingan sosial, cyberbullying atau ekspektasi untuk selalu tampil sempurna secara online, yang dapat meningkatkan rasa cemas dan stress.

2.     Laporan WHO (2023) hanya 10% populasi gen Z mengalami gangguan Kesehatan mental yang diperburuk oleh penggunaan teknologi secara tidak sehat, dengan penggunaan teknologi yang tidak terkendali, seperti konsumsi secara berlebihan media sosial atau paparan konten negatif, yang justru memicu atau memperburuk masalah Kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, atau gangguan tidur.

3.     Kritik terhadap algoritma Tiktok, algoritma ini sampai dikritik karena terkadang mempromosikan konten yang tidak sehat, seperti video tentang depresi, gangguan makan, atau perilaku berisiko, kepada pengguna yang rentan. Ini dapat memperburuk kondisi mental atau bisa jadi memperkuat pola pikir negatif, terutama jika pengguna sudah mengalami kerentanan psikologis.

 

Apakah ada besar kemungkinan solusi yang terbaik atau langkah kecil untuk bisa membangun kebiasaan besar nantinya yang lebih baik?

 

Tentu ada!

 

·       Pemerintah dan platform media sosial bisa bekerja sama untuk mengatur algoritma lebih baik lagi, yang bisa dijangkau oleh mereka seperti konten yang positif, nantinya bisa mendorong perilaku sehat bukan adiktif.

·       Dengan mengadakan edukasi gen Z tentang cara menggunakan teknologi secara bijak, seperti mengurangi konsumsi negatif yang nantinya berdampak pada ketidakpercayaan diri, bisa mengalihkan ke memanfaatkan aplikasi Kesehatan mental.

·       Pengembangan Ai yang lebih empati, dirancang untuk mendeteksi tanda-tanda distress dan memberikan intervensi  seperti untuk berbicara dengan ahli.

·       Gunakan Batasan waktu layar, platform bisa menggunakan Ai untuk merekomendasikan jeda ketika waktu penggunaan berlebihan terdeteksi.

 

Karena sebenarnya jika memang kita mengambil keputusan yang baik, nantinya akan mengarah ke hal yang baik juga di tahun mendatang. Bijaklah dalam memanfaatkan teknologi yang kebanyakan orang atau justru lingkunganmu fokus pada konsumsi negative atau membuang-buang waktu yang tidak begitu penting dalam scrolling sosial media berlebihan.

 

 

Semoga kamu bisa menemukan kepastian dari pendukung artikel ini, ya, Sobat JKP! Jangan lupa share sebanyak-banyaknya untuk bantu menyelamatkan orang di sekitarmu. Sampai ketemu di tulisan ku berikutnya, ya! Salam hangat dari Firdha Alifa Ibrahim.