100 Hari Prabowo-Gibran: APBN Kian Tertekan, Solusi atau Beban? -->

Header Menu

100 Hari Prabowo-Gibran: APBN Kian Tertekan, Solusi atau Beban?

Jurnalkitaplus
30/01/25

Dok Detik


Efisiensi menjadi kata kunci dalam menghadapi kondisi fiskal yang semakin ketat. Lewat Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Prabowo menginstruksikan pemangkasan anggaran besar-besaran hingga Rp 306,7 triliun di seluruh jajaran pemerintahan pusat dan daerah. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis di tengah tekanan APBN yang terus meningkat.


Namun, di balik kebijakan penghematan ini, muncul pertanyaan besar: apakah hasil efisiensi ini akan benar-benar menyelamatkan APBN atau justru menjadi sumber pendanaan program unggulan Prabowo, seperti makan bergizi gratis? Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengingatkan bahwa penghematan sebaiknya difokuskan untuk menyehatkan APBN dan menjaga defisit tetap terkendali, bukan untuk membiayai program populis.


Kondisi APBN yang semakin berat tak lepas dari serangkaian kebijakan fiskal di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Salah satu langkah besar yang diambil adalah pembatalan kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen, yang berimbas pada hilangnya potensi pendapatan negara hingga Rp 75,9 triliun. Sebagai gantinya, pemerintah menaikkan PPN untuk barang mewah, tetapi hanya mampu menambah kas negara sekitar Rp 1,5 triliun-Rp 3,5 triliun.


Di saat yang sama, pemerintah tetap menggelontorkan paket stimulus fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat dan dunia usaha, termasuk UMKM dan sektor padat karya. Total ada 12 insentif yang disiapkan, mulai dari diskon tarif listrik, bantuan pangan, hingga perpanjangan insentif pajak. Biayanya? Tak main-main, mencapai Rp 30 triliun-Rp 40 triliun, ditambah insentif PPN senilai Rp 265,5 triliun.


Kondisi fiskal yang terhimpit ini bukan sepenuhnya tanggung jawab Prabowo-Gibran. Menurut Riza Annisa Pujarama dari Indef, tekanan APBN saat ini adalah warisan dari era Jokowi. Namun, keputusan Prabowo untuk tetap melanjutkan program ambisiusnya justru menambah beban fiskal yang sudah berat. Dengan kondisi penerimaan pajak yang terbatas dan pengeluaran yang terus meningkat, langkah penghematan anggaran menjadi solusi darurat di awal pemerintahan.


Lantas, apakah strategi ini cukup untuk menyelamatkan APBN atau justru membuka pintu masalah baru? Yang jelas, di 100 hari pertama ini, Prabowo-Gibran dihadapkan pada dilema besar: memilih langkah populis yang menyenangkan masyarakat atau menghadapi realitas pahit fiskal dengan kebijakan yang lebih ketat. (FG12)