Gambar hanya ilustrasi |
Sejumlah media internasional, termasuk Malaysia, tengah menyoroti dugaan pemerasan oleh 18 anggota Polri terhadap puluhan warga Malaysia dalam gelaran Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Harian The Star melaporkan bahwa Polri telah memeriksa 18 anggota yang terlibat, tetapi nama mereka belum diumumkan ke publik. Kejelasan mengenai kemungkinan mereka diseret ke pengadilan pidana juga masih dipertanyakan.
Media ini menyoroti dugaan pemerasan yang terjadi di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap Polri, diperparah oleh sejumlah kasus kontroversial sebelumnya, seperti kebrutalan hingga pembunuhan oleh aparat. Media lain seperti Free Malaysia Today (FMT) dan Harian Metro melaporkan bahwa sebanyak 45 warga Malaysia menjadi korban dengan total uang pemerasan mencapai 9 juta ringgit Malaysia atau sekitar Rp 32,6 miliar.
Kasus ini juga memicu desakan di dalam negeri untuk pengusutan tuntas demi menjaga nama baik Polri dan memberantas penyalahgunaan wewenang yang dianggap semakin marak. Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menegaskan bahwa pelaku harus dijatuhi hukuman berat, termasuk pemecatan. Ia menilai dugaan ini masuk kategori tindak pidana korupsi karena aparat memanfaatkan kewenangan untuk keuntungan pribadi.
"Kalau terbukti, ini korupsi murni. Kasus ini harus diusut oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri," kata Sugeng.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, menyarankan penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal Polri. Ia menekankan pentingnya profesionalisme berbasis kinerja serta pengumpulan data untuk memastikan transparansi dalam setiap proses hukum.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyebut Polri telah memulai langkah pengusutan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa event seperti DWP memang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. "Siapa yang salah harus dihukum setimpal. Ini momentum untuk Polri membuktikan komitmennya," tegasnya.
Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memberi arahan agar kasus ini diselesaikan secara maksimal. Langkah tegas, seperti Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), disebut akan diterapkan jika anggota terbukti bersalah, sebagaimana dilakukan pada kasus-kasus sebelumnya.
Kasus pemerasan ini tidak hanya menjadi ujian bagi institusi Polri, tetapi juga sorotan internasional yang menuntut transparansi dan reformasi nyata di tubuh kepolisian. Tanpa langkah konkret, kepercayaan publik, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, bisa semakin tergerus. (FG12)