Jimmy Carter, presiden ke-39 Amerika Serikat yang dikenal sebagai salah satu negarawan paling dihormati, akan dimakamkan dalam prosesi kenegaraan pada 9 Januari 2025. Presiden Joe Biden menetapkan hari tersebut sebagai Hari Berkabung Nasional dan memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang selama 30 hari. Penghormatan ini menggarisbawahi kontribusi besar Carter, terutama sebagai peraih Nobel Perdamaian pada 2002 berkat upayanya mempromosikan perdamaian, demokrasi, dan pembangunan global.
Setelah meninggalkan Gedung Putih, Carter bangkit sebagai mediator global dengan kiprah yang luas. Ia menjadi jembatan damai di berbagai konflik dunia, dari Korea Utara hingga Bosnia. Melalui The Carter Center, yang ia dirikan pada 1982, Carter memantau pemilu di lebih dari 30 negara dan bahkan menjalin dialog dengan Fidel Castro di Kuba.
Meski dihormati luas setelah masa jabatannya, kepresidenan Carter (1977–1981) bukan tanpa kontroversi. Krisis minyak dan kegagalan operasi penyelamatan sandera Iran pada 1980 menjadi noda besar. Kekalahan dari Ronald Reagan dalam pemilu 1980 menandai awal 12 tahun dominasi Partai Republik, membuat Demokrat kehilangan pijakan.
Selama menjabat, Carter menorehkan prestasi besar dengan Perjanjian Camp David 1978 yang membawa damai antara Israel dan Mesir. Ia juga memulihkan hubungan diplomatik dengan China. Namun, serangan komando yang gagal untuk menyelamatkan 52 sandera AS di Iran menodai akhir masa jabatannya. Carter mengakui, "Kegagalan terbesar saya adalah tidak mampu meyakinkan rakyat Amerika bahwa saya adalah pemimpin yang kuat dan tegas."
Lahir di Plains, Georgia, Carter berasal dari latar belakang sederhana sebagai anak petani kacang tanah. Setelah berkarier di Angkatan Laut dan dunia politik lokal, ia memimpin dengan visi progresif, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjadi simbol toleransi rasial di Selatan AS. Kini, meski telah tiada, warisannya sebagai "mantan presiden terbaik" terus hidup melalui upaya tanpa lelah untuk perdamaian dan keadilan global. (FG12)