Pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah menjadi sorotan setelah video dirinya dianggap mengolok-olok penjual es teh dalam sebuah acara pengajian viral di media sosial.
Kejadian tersebut terjadi saat acara selawatan di Lapangan Drh Soepardi, Sawitan, Kabupaten Magelang, pada Rabu (20/11). Ketika itu, penjual es teh bernama Sunhaji tengah menawarkan dagangannya kepada jemaah selawatan.
"Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol, go**k (Es teh kamu masih banyak atau tidak? Masih, ya sana dijual, go**k)," ucap Gus Miftah dari atas panggung.
"Dol'en ndisik ngko lak rung payu, wis, takdir (kamu jual dulu, nanti kalau belum laku, ya sudah, takdir)," sambung Gus Miftah.
Netizen pun rame-rame 'ngrujak Gus Miftah. Banyak juga aksi satire yang dilakukan seniman campursari, juga mubaligh dengan membeli es teh yang dijajakan oleh pedagang saat mereka manggung.
Presiden Prabowo, lewat Seskab Teddy Indra Wijaya, menegur menegur Gus Miftah, dan meminta Gus Miftah meminta maaf kepada Sunhaji. Ketua Umum DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, menyampaikan pernyataan Miftah berpotensi merusak citra kepemimpinan dan merugikan kelompok masyarakat kecil yang selama ini membutuhkan perlindungan dan dukungan.
Menurut Abdullah, ucapan tersebut tidak hanya melukai perasaan pedagang kecil, tetapi juga tidak mencerminkan sikap seorang tokoh agama. “Gus Miftah memiliki peran besar dalam menjaga harmoni sosial. Ucapan kasar seperti ini justru kontraproduktif dengan tugas tersebut,” tutur Abdullah dalam rilis resmi yang diterima Rabu (4/12), dikutip dari tirto.co.id.
Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq, meminta Kementerian Agama (Kemenag) melakukan sertifikasi juru dakwah (pendakwah) guna memastikan para pendakwah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan. Hal ini disampaikan Maman untuk menanggapi kasus ucapan tidak etis yang disampaikan oleh Gus Miftah.
Menurut Maman, kasus tersebut menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak untuk menjaga perkataan di hadapan publik. Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pendakwah seharusnya merupakan orang yang paling tidak menguasai sumber-sumber nilai keagamaan, baik itu dari Al Quran, hadis, maupun sumber-sumber klasik.
Maman menambahkan ulama juga dianjurkan untuk memiliki tema-tema pokok keagamaan dalam setiap sumber ceramah. Ia menekankan tidak boleh ada bahasa kotor maupun candaan yang mengolok-olok pihak lain saat berdakwah, dikutip dari ANTARA (4/12).
Menurut Zidan Muhammad Sirojudin, mahasiwa UIN Bandung, dalam artikelnya yang diberi judul Insight yang Diperoleh dari Peristiwa yang Melibatkan Gus Miftah dengan Penjual Es Teh di rubrik Kompasiana (5/15), bahwa Al-Qur'an secara konsisten menekankan pentingnya berbicara dengan cara yang baik, karena ucapan memiliki dampak besar terhadap hubungan sosial dan keutuhan masyarakat.
Selain itu Islam juga mengajarkan agar menghargai dan menghormati semua pekerjaan yang halal dianggap mulia, tanpa memandang besar atau kecilnya usaha tersebut. Penjual teh, seperti profesi lainnya, adalah bagian dari ekosistem masyarakat yang memberikan kontribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kasus ini memberikan pelajaran yang berharga bagi semua pihak, baik Gus Miftah, penjual teh, maupun masyarakat secara umum:
Bagi Gus Miftah: Sebagai seorang tokoh agama dan publik figur, ada tanggung jawab besar untuk menjaga lisan dan menyampaikan pesan dengan hikmah. Sikap rendah hati untuk meminta maaf jika memang diperlukan adalah cerminan keteladanan seorang pemimpin.
Bagi Penjual Teh: Insiden ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua bahwa setiap orang berhak mendapatkan penghormatan atas profesinya, tidak peduli apa pun tingkatannya.
Bagi Publik: Sebagai masyarakat, kita diajak untuk tidak mudah terpancing atau menghakimi tanpa memahami konteks dan fakta secara menyeluruh. Kita juga harus tetap memupuk rasa saling menghargai di tengah keberagaman status sosial.
Penulis : Pujo Utomo