Indonesia terus mendorong swasembada energi dengan mengandalkan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai sumber utama. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, langkah ini tidak hanya penting untuk ketahanan energi nasional, tetapi juga sebagai kontribusi Indonesia dalam mengurangi emisi karbon global. Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Sabtu (30/11/2024), Airlangga menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan produksi CPO sebagai bagian dari upaya pengurangan jejak karbon dunia.
Namun, di tengah upaya tersebut, industri minyak sawit global dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, salah satunya volatilitas pasar dan fluktuasi harga CPO. Airlangga mengungkapkan, harga minyak sawit yang berfluktuasi dapat berdampak langsung pada kesejahteraan petani kecil dan produsen skala kecil di Indonesia, yang menjadi bagian penting dari rantai pasok global.
Meskipun demikian, Airlangga menegaskan bahwa Indonesia tetap menjalin kemitraan yang solid dengan negara-negara produsen minyak sawit lainnya. Kerja sama jangka panjang antara negara-negara penghasil CPO, menurutnya, penting untuk mengatasi tantangan yang ada, termasuk masalah diskriminasi perdagangan terhadap produk minyak sawit yang sering kali dibungkus dengan klaim kebijakan ramah lingkungan oleh negara-negara pengimpor.
“Indonesia mengapresiasi kemitraan dan kolaborasi jangka panjang di antara negara-negara produsen minyak sawit, meskipun tantangan yang kompleks di sektor ini tetap ada,” ujar Airlangga. Ia menambahkan bahwa keberlanjutan industri minyak sawit harus tetap dijaga demi memastikan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tantangan lainnya yang dihadapi oleh industri sawit adalah diskriminasi perdagangan yang diterapkan oleh beberapa negara pengimpor. Diskriminasi ini sering kali disamarkan dengan kebijakan-kebijakan yang mengklaim sebagai upaya perlindungan lingkungan, namun pada kenyataannya bisa merugikan negara-negara produsen seperti Indonesia. Airlangga menekankan pentingnya Indonesia untuk bersikap hati-hati dalam menyusun kebijakan perdagangan, agar tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menanggapi hal ini, Indonesia berusaha menstabilkan harga CPO dengan merancang strategi perdagangan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan. Salah satu strategi yang dilakukan adalah melalui Program B40, yang mengharuskan pencampuran 40% biodiesel berbahan dasar CPO dalam bahan bakar. Program ini tidak hanya mendukung pasar domestik, tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan emisi karbon global.
Airlangga juga mencatat bahwa Malaysia, sebagai negara produsen CPO utama, memberikan apresiasi atas inisiatif Indonesia tersebut. Menurutnya, Program B40 yang dijalankan Indonesia sangat berperan dalam kontribusi global terhadap pengurangan emisi, sekaligus mendukung keberlanjutan industri minyak sawit. Dengan strategi ini, Indonesia berharap dapat menjaga stabilitas harga minyak sawit di pasar global sekaligus memastikan sektor ini tetap menjadi motor penggerak ekonomi bagi banyak petani kecil di tanah air. (FG-12)