Bencana Hidrometeorologi: Mengapa Cuaca Ekstrem Semakin Mematikan? -->

Header Menu

Bencana Hidrometeorologi: Mengapa Cuaca Ekstrem Semakin Mematikan?

Jurnalkitaplus
Selasa, 26 November 2024


Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia semakin sering diguncang oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang. Bencana-bencana ini tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menelan banyak korban jiwa. Dari banjir bandang di Kalimantan Selatan hingga tanah longsor yang terjadi di Jawa Barat, cuaca ekstrem yang melanda negeri ini semakin mematikan. Mengapa fenomena ini menjadi semakin parah dan apa saja yang menyebabkan bencana hidrometeorologi kian merenggut korban?


Bencana hidrometeorologi, yang berkaitan dengan interaksi antara sistem cuaca dan faktor-faktor alam lainnya, memang sudah lama menjadi ancaman di Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, frekuensinya meningkat signifikan. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pola cuaca ekstrem di Indonesia dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk perubahan iklim global, deforestasi, serta urbanisasi yang pesat. Semua faktor ini menyebabkan fenomena cuaca ekstrem, seperti hujan deras, gelombang panas, dan angin kencang, menjadi semakin tidak terkendali.


Salah satu penyebab utama dari meningkatnya bencana hidrometeorologi adalah dampak perubahan iklim global. Pemanasan global mengakibatkan suhu bumi meningkat, yang kemudian mempengaruhi pola curah hujan dan intensitas badai. Hujan yang sebelumnya lebih merata kini cenderung lebih deras dalam waktu singkat, membuat sungai-sungai meluap dan memicu banjir. Di beberapa wilayah, seperti Sumatera dan Kalimantan, hujan lebat yang terjadi dalam beberapa jam saja sudah cukup untuk menyebabkan banjir bandang.


Seorang ahli hidrologi Yanto, PhD, dalam minanews.net pernah menyatakan bahwa tren bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan banjir bandang yang terus meningkat tiap tahun disebabkan oleh krisis perubahan iklim yang diperparah oleh ulah manusia. Menurutnya, penguatan upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia sangat penting dilakukan segera.

Selain itu, deforestasi yang terjadi di berbagai daerah juga turut memperburuk dampak bencana hidrometeorologi. Penebangan hutan yang masif mengurangi daya serap air tanah. Ketika hujan turun, air yang seharusnya terserap ke dalam tanah malah langsung mengalir ke permukaan dan menyebabkan banjir. Bahkan, di daerah pegunungan, deforestasi memicu longsor yang dapat memutuskan akses transportasi dan merenggut nyawa. Hal ini sering terjadi di wilayah yang memiliki topografi berbukit, seperti di Jawa Barat dan Aceh.


Urbanisasi yang pesat juga berperan dalam memperburuk dampak bencana. Kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya kini dipenuhi dengan gedung-gedung tinggi dan infrastruktur yang mengurangi luas daerah resapan air. Drainase yang buruk dan sistem pengelolaan air yang tidak memadai membuat banjir tak terhindarkan setiap kali hujan deras datang. Ditambah lagi, adanya pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan semakin memperburuk kondisi ini, menyebabkan bencana hidrometeorologi kian merusak.


Kehidupan masyarakat yang terus berkembang juga memperburuk tingkat kerentanan terhadap bencana. Masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana seringkali kurang memiliki akses terhadap informasi dan mitigasi bencana. Meskipun BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengeluarkan peringatan dini, banyak warga yang tidak siap atau tidak tahu harus berbuat apa saat bencana datang. Akibatnya, jumlah korban jiwa pun semakin tinggi, terutama di daerah yang tidak memiliki sistem peringatan dini yang baik.


Lebih dari itu, banyak daerah yang masih terjebak dalam pembangunan yang mengabaikan mitigasi bencana. Infrastruktur yang rapuh dan sistem peringatan yang tidak efektif membuat masyarakat menjadi lebih rentan. Dalam beberapa kasus, rumah-rumah yang dibangun di zona rawan bencana atau di area yang tidak memiliki saluran drainase yang memadai menjadi titik paling lemah dalam menghadapi bencana. Semua faktor ini berkontribusi pada meningkatnya korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkan.


BMKG telah mengeluarkan beberapa peringatan penting terkait potensi bencana hidrometeorologi di Indonesia. Berikut adalah beberapa poin utama:


Cuaca Ekstrem Selama Libur Nataru: BMKG memperingatkan masyarakat untuk waspada terhadap cuaca ekstrem selama periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. Fenomena La Nina diperkirakan akan meningkatkan curah hujan sebesar 20-40 persen, yang dapat memicu banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.


Puncak Musim Hujan: BMKG memprediksi bahwa puncak musim hujan akan terjadi antara bulan November 2024 hingga Februari 2025. Beberapa wilayah yang diperkirakan akan mengalami intensitas hujan tinggi termasuk Sumatera, pesisir selatan Pulau Jawa, Kalimantan, dan Papua.


Fenomena La Nina: Fenomena La Nina diperkirakan akan berlangsung hingga April 2025. La Nina dapat menyebabkan peningkatan curah hujan yang signifikan, yang berpotensi memicu berbagai bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung. (FG12)


#bencana hidrometeorologi

#contoh bencana hidrometeorologi

#apa itu bencana hidrometeorologi

#faktor penyebab bencana hidrometeorologi

#jenis bencana hidrometeorologi

#mitigasi bencana hidrometeorologi

#penyebab bencana hidrometeorologi

#contoh bencana hidrometeorologi adalah

#dampak bencana hidrometeorologi

#pengertian bencana hidrometeorologi

#yang termasuk bencana hidrometeorologi adalah

#bencana hidrometeorologi adalah

#bencana hidrometeorologi apa saja

#bencana hidrometeorologi antisipasi dan solusi #penanggulangannya

#bencana hidrometeorologi apa

Kesehatan

powered by Surfing Waves